Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani menyatakan Pemerintah tidak memiliki kepekaan dan empati terhadap suasana kebatinan dan ekonomi masyarakat yang terpukul akibat Covid-19 dengan kembali menaikan iuran atau premi BPJS Kesehatan. Bahkan menurut beberapa pakar bahwa kondisi ekonomi Indobesia akan terganggu hingga akhir tahun bahkan awal tahun depan.
“Maka kebijakan kenaikan ini sangat mencederai kemanusiaan,” kata Netty Prasetiyani dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/5/2020).
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini ditandai dengan terbitnya Perpres nomor 64 tahun 2020 yang diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020).
Perpres ini memutuskan iuran peserta PBPU dan peserta BP kelas I sebesar Rp 150.000; kelas II sebesar Rp 100.000 dan kelas III, iuran yang ditetapkan sebesar Rp 42.000.
Angka ini lebih rendah dari Perpres 75/2019 yang sebesar Rp 160.000 kelas I, kelas II sebesar Rp 110.000, dan Rp. 51.000 kelas III.
Pada akhir Desember lalu, iuran BPJS dinaikkan melalui Perpres Nomor 75 tahun 2019. Namun, per 1 April dibatalkan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7P/HUM/2020.
“Pemerintah memberikan kado buruk dan pil pahit bagi masyarakat di momen lebaran ini. Padahal rakyat sudah gusar dengan banyaknya beban kehidupan yang ditanggung oleh rakyat, sebut saja kebaikan TDL, harga BBM yang tak kunjung turun, bahkan daya beli masyarakat yang semakin menurun,” paparnya.
Menurur Netty, kebijakan kenaikan ini semakin mempersulit kehidupan masyarakat dan membuat hidup masyarakat semakin sengsara dan ambyar.
Lebih lanjut Netty mengatakan Pemerintah harusnya fokus dalam penanganan kesehatan terhadap covid-19 dengan menggunakan anggaran kesehatan yang sudah disiapkan. “Jangan bikin pusing rakyat dengan kebijakan yang kontradiktif dan membingungkan,” ujarnya.
Netty berpandangan kebijakan subsidi yang diberikan kepada kelompok kelas 3 PBPU harus bisa dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan tepat sasaran mengingat carut marutnya persoalan data kepesertaan BPJS.
“Apalagi jumlah peserta kelas 3 ini paling banyak dari kelas lainnya setelah terjadi migrasi dari kelas 1 dan 2 ke kelas 3 yang diakibatkan kenaikan premi Perpres 75/2019,” jelasnya.
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat VIII ini menambahkan seharusnya pemerintah (presiden) melaksanakan putusan MA yg membatalkan sebagian Perpres 75/2019 ini, secara sungguh-sungguh karena putusan ini mengikat.
“Jangan malah bermain-main dan mengakali serta mencederai hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020 ini. Seharusnya pemerintah menjadi contoh Institusi yang baik dan taat hukum jangan malah sebaliknya,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby