Jakarta, JurnalBabel.com – Ahli hukum pidana Universitas Bung Karno Jakarta, Azmi Syahputra, meminta Presiden Jokowi harus membentuk tim independent untuk menangani kasus surat jalanan buronan kasus Bank Bali Djoko Tjandra.
Pasalnya, kata dia, surat tersebut bukan ujug-ujug muncul begitu saja. Pasti ada alur yang terjadi, koordinasi berbagai pihak, diduga ada kesepakatan yang terjadi sebelum surat ini dibuat.
“Karenanya kasus surat jalan ini harus diungkap dengan pemeriksa tim independen, mengingat kasus ini menyangkut wajah institusi penegak hukum Indonesia,” kata Azmi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/7/2020).
Surat jalan untuk Djoko Chandra dikeluarkan dengan logo resmi Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS dengan nomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas tertanggal 18 Juni 2020, yang ditandatangani Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo.
Menurutnya, jika diihat anomali lembaga maka harus disisir menggunakan analisa yang lebih sistemik. Gunakan pula network analisis agar tidak bisa disederhanakan bahwa seolah ini cuma oknum atau kesalahan administrasi.
Ia bahkan menduga jika terlihat dari peristiwa dan aktifitas alur surat yang melibatkan pihak tertentu dan beberapa bidang tertentu di instansi lain. Hal itu jelas terlihat dari beberapa tembusan surat tersebut dengan segala proses koordinasinya.
“Dapat di duga jaringan DPO kuat sekali untuk urus surat keluar tersebut. Karena kenyataan terlihat bahwa DPO dapat mempermainkan, mengelabui serta mengatur institusi pemerintah.
Karenanya ini perlu di selidiki secara menyeluruh,” ujarnya.
Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) ini menambahkan bahwa hal ini perlu tim gabungan independen yang memeriksa tidak hanya proses kode etik, namun perlu penyelidikan yang lebih terukur. Sebab, perbuatan ini tidak bisa ditolerir dan harus terbuka dengan jelas mens rea dan actus reusnya.
“Kasihan pak Kapolri terkesan jalan sendiri, karenannya Presiden harus turun tangan langsung untuk segera bentuk tim independent. Ini DPO negara dan menyangkut kredibilitas institusi penegak hukum Indonesia. Saatnya ini semakin mendorong dan menguatkan untuk Polri bersih-bersih,” pungkasnya.
Kapolri Jenderal Idham Azis yang telah mengeluarkan surat telegram rahasia berisi rotasi jabatan Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Rotasi tersebut sebagai buntut dari kasus surat jalan buronan kasus Bank Bali Djoko Tjandra.
Pencopotan itu termaktub dalam Surat Telegram (TR) Kapolri bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal Rabu 15 Juli 2020. Kini, Brigjen Prasetijo Utomo dimutasi menjadi Perwira Tinggi (Pati) Yanma Mabes Polri.
Tersangka Djoko Tjandra pertama kali dicegah bepergian ke luar negeri pada 24 April 2008. Red notice dari Interpol atas nama Joko Tjandra kemudian terbit pada 10 Juli 2009.
Pada 29 Maret 2012 terdapat permintaan pencegahan Djoko Tjandra ke luar negeri dari Kejaksaan Agung RI berlaku selama 6 bulan.
Kemudian pada 12 Februari 2015 terdapat permintaan DPO dari Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia terhadap Joko Tjandra.
Ditjen Imigrasi lalu menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri.
Pada 5 Mei 2020, terdapat pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol bahwa ‘red notice’ atas nama Joko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak tahun 2014.
Ditjen Imigrasi menindaklanjuti hal tersebut dengan menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem perlintasan pada 13 Mei 2020. Namun pada 27 Juni 2020 Kejaksaan Agung meminta penerbitan DPO sehingga nama yang bersangkutan dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status DPO. (Bie)