Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Rahmat Muhajirin tidak mempermasalahkan pelibatan TNI dalam penanganan terorisme di Indonesia, selama hukum mengatur secara jelas batas kewenangannya.
Sebab asumsi publik selama ini memandang keterlibatan TNI bisa memicu terjadinya pelanggaran HAM, sebagaimana yang disuarakan Komnas HAM belakangan ini. Selain itu, wacana intervensi TNI seperti yang termaktub dalam draft Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tugas TNI dalam penanggulangan terorisme juga dinilai melanggar amanat UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menyebutkan tugas TNI hanya bersifat bantuan, bukan permanen.
Perpres tersebut akhirnya membuat TNI masuk terlalu jauh dalam menindak terorisme. Menurut Komnas HAM, hal ini bisa melanggar penegakan hukum terorisme yang sudah diamanatkan kepada Polri.
Namun Rahmat berargumen, fungsi utama TNI adalah menjaga NKRI dari ancaman luar. Sementara terorisme bukan tidak mungkin muncul dari pihak asing. Apalagi selama ini diketahui terorisme yang kerap mengusung jargon agama adalah akibat infiltrasi dari pengaruh terorisme luar, seperti ISIS dan Al-Qaeda.
“Memang harus diatur peran masing-masing kekuatan bersenjata yang ada di Indonesia ini, agar saling bersinergi dalam Pemberantasan tindak pidana teroris dalam melindungi ideologi rakyat, bangsa, dan negara dari teror atau rasa takut,” kata Rahmat Muhajirin saat dihubungi wartawan, Senin (1/6/2020).
Untuk itu, lanjut Rahmat, sudah seharusnya Presiden membuat dan menerbitkan Perpres mengenai pelibatan TNI. Alasan lain yakni pemberantasan terorisme juga membutuhkan operasi militer karena terorisme tingkat global yang memiliki pengaruh ke negara ini juga beraksi secara militeristik. Di negara-negara Timur Tengah, saingan kelompok teroris adalah tentara elite.
Purnawirawan TNI AL ini juga menafikan bahwa pelibatan TNI dalam penegakan hukum diperbolehkan selama bersifat bantuan kepada aparat penegak hukum dan bersifat ad hoc, bukan permanen seperti yang diatur dalam rancangan Perpres tersebut. Tapi, untuk penanganan terorisme menurutnya perlu lebih diperkuat karena tindak pidana luar biasa ini masih menjadi masalah besar dalam negeri.
“Insya Allah dengan adanya Perpres ini akan semakin baik pelaksanaan dalam mengatasi aksi terorisme,” ujar anggota Badan Legislasi DPR ini.
Terkait penyidikan dan penegakan lebih lanjut, Rahmat menuturkan, hal itu sudah diatur dalam KUHAP. Sehingga penegakkan hukum terhadap kasus terorisme juga sudah memiliki mekanisme yang jelas. “Sudah jelas peran-tupoksi masing-masing antara kekuatan bersenjata di negara kita/aparat penegak hukum masing-masing,” pungkas legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur I ini. (Bie)
Editor: Bobby