Jakarta, JurnalBabel.com – Badan Legislasi (Baleg) DPR hari ini sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) revisi Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. RUU ini sudah masuk daftar RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
Selanjutnya setiap fraksi diminta menyerahkan nama-nama untuk Panja RUU Kejaksaan RI dan Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas ditunjuk sebagai Ketua Panja.
Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh sekaligus pengusul RUU Kejaksaan RI mengatakan, Indonesia telah meratifikasi sejumlah konvensi, yakni United Nations Against Transnational Organized Crime (UNTOC) dan United Nations Conventions Against Corruption (UNCAC). Konsekuensinya, Indonesia harus menjalankan norma-norma dalam konvensi tersebut.
Menurut Khairul, norma-norma baru tersebut mempengaruhinya kewenangan, tugas, dan fungsi Kejaksaan, sehingga UU Kejaksaan RI perlu dilakukan perubahan atau revisi.
“Ketentuan tersebut menjadi alasan perubahan UU Kejaksaan. Utamanya hal-hal yang berkaitan dengan independensi dalam penuntutan, akuntabilitas penanganan perkara, standar profesionalitas dan perlindungan bagi para Jaksa,” kata Khairul Saleh di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/8/2020).
Lebih lanjut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) mengatakan, hal lain yang menjadi penting dengan revisi UU Kejaksaan RI ini adalah untuk menguatkan kedudukan jaksa dalam sistem pemerintahan.
“Karakteristik Jaksa Agung, Kejaksaan, dan jaksa sebagai suatu profesi harus diwadahi dalam suatu bentuk pengaturan kepegawaian secara khusus,” ujarnya.
Legislator asal Kalimantan Selatan ini memaparkan beberapa poin yang akan disempurnakan dalam RUU Kejaksaan RI.
Pertama, penyempurnaan kewenangan kejaksaan untuk penyidikan tindak pidana tertentu yang tidak terbatas pada tindak pidana korupsi, seperti tindak pidana pencucian uang, tindak pidana kehutanan, pelanggaran Hak Asasi Manusia berat dan tindak pidana lainnya yang diatur dalam undang-undang.
Kedua, pengaturan mengenai Intelijen Penegakan Hukum (Intelijen Yustisial) yang disesuaikan UU tentang Intelijen Negara.
Ketiga, pengaturan kewenangan pengawasan barang cetakan dan multimedia yang diatur dan menyesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 6-13-20/PUU/VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010.
Keempat, pengaturan fungsi Advocaat Generaal bagi Jaksa Agung.
Kelima, penguatan sumber daya manusia kejaksaan melalui pengembangan pendidikan di bidang profesi, akademik, keahlian, dan kedinasan;
Keenam, pengaturan kewenangan kerjasama kejaksaan dengan lembaga penegak hukum dari negara lain, dan lembaga atau organisasi internasional.
Ketujuh, pengaturan untuk kewenangan kejaksaan lain seperti memberikan pertimbangan dan keterangan sebagai bahan informasi dan verifikasi tentang ada atau tidaknya dugaan pelanggaran hukum yang sedang atau telah diproses dalam perkara pidana.
Terakhir, penegasan peran kejaksaan dalam menjaga keutuhan serta kedaulatan negara dan bangsa pada saat negara dalam keadaan bahaya, darurat sipil dan militer, dan dalam keadaan perang.
“Demikian disampaikan paparan tentang urgensi RUU Kejaksaan agar dapat dilakukan harmonisasi oleh Baleg DPR RI,” pungkas mantan Bupati Banjar ini. (Bie)