Jakarta, JURNALBABEL – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai debat capres-cawapres pertama dan kedua pada pilpres 2019 yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu seperti Cerdas-cermat.
Sebab, kata Fahri, ada reduksi terhadap keinginan hati rakyat untuk mengetahui apa yang ada didalam pikiran setiap kandidat presiden saat debat berlangsung.
Menurut Fahri, debat pilpres itu juga layaknya kegiatan Kelompencapir atau kelompok pendengaran, pembaca dan pemirsa.
“Karena KPU bikin soal, lalu kemudian dikasih ke staf untuk menentukan jawaban. lantas jawabannya itu dihapal oleh setiap paslon,” cetus Fahri dalam diskusi dialektika demokrasi ‘Menakar Efektivitas Debat Capres Dalam Meraih Suara’ di media center gedung DPR, Kamis, (14/3/2019).
Fahri bilang, padahal sejatinya debat pilpres tersebut adalah momentum bagi rakyat mengetahui siapa calon presiden untuk dipilih pada 17 April 2019 mendatang.
Fahri pun mengusulkan agar pada debat ketiga yang akan digelar di Hotel Sultan pada 17 Maret 2019 itu tak ada lagi bocoran jawaban yang disodorkan oleh KPU. Sehingga, di debat ketiga nantinya ada perdebatan substantif antara dua cawapres tersebut.
“Saya minta penyelenggara pemilu memberikan kesempatan kepada para kandidat untuk saling bertanya sedalam-dalam tentang isu persoalan bangsa Indonesia ini kedepanya,” tandas Fahri.
Sementara itu, Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDI-P) Eriko Sotarduga menyebut debat Capres-cawapres pilpres itu seperti ajang cerdas-cermat tingkat Sekolah Dasar (SD). “Ini debat pemimpin bangsa lho, bukan seperti itu,” ujarnya.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi- Ma’aruf itu menilai debat pertama dan kedua tidak substantif, karena setiap paslon tidak menjawab tantangan dan persoalan yang dihadapi masyarakat.
Untuk itu, Eriko berharap debat ketiga yang akan diikuti oleh dua cawapres Ma’aruf Amin dan Sandiaga Uno dengan tema pendidikan kesehatan ketenagakerjaan sosial dan budaya itu KPU memberikan kebebasan penuh berdebat antara kedua cawapres tersebut, sehingga tidak lagi seperti cerdas cermat.
“Sekali lagi ini pesta demokrasi yang ditunggu rakyat 5 tahunan. Sajikan sesuatu yang menarik, karena rakyatlah yang menentukan calon pilihannya pada 17 April mendatang,” tandas Eriko yang juga Anggota Komisi V DPR ini.
Terpisah, Pengamat Politik CSIS, Arya Fernandes menilai dua kali debat yang sudah dilaksanakan, ekspektasi publik terhadap debat itu tinggi bila dilihat jumlah publikasi hasil survai itu sekitar 50% sampai 55 % itu orang menonton debat dan hampir semuanya menyaksikan sampai terakhir.
“Kita bisa bayangkan pada hari yang sama dan jam yang sama separuh dari populasi kita menyaksikan debat. Tetapi apa yang terjadi, ekspektasi publik yang tinggi itu tidak terpenuhi dengan baik. Baik pada debat pertama sampaikan debat kedua,” kata Arya.
Indikasinya adalah ekspektasi nonton debat tinggi tetapi ketika dilihat dalam hasil survei pengaruhnya kecil. Artinya debat tidak mampu mempengaruhi pilihan orang, terutama orang-orang yang belum menentukan pilihannya.
“Harusnya, idealnya debat itu tentu bisa menjadi referensi utama bagi publik untuk menentukan pilihan sehingga dia betul-betul mantap untuk memilih, apalagi pemilu kita hanya tinggal 30 hari lagi,” jelasnya. (Joy)
Editor: Bobby