JurnalBabel.com – Politikus Gerindra Supriyanto, menyebut gerakan perubahan yang digaungkan oleh paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) belum mendapatkan momentum di Pilpres 2024.
Menurut anggota DPR RI Komisi II (Bidang Pemilu) tersebut, narasi perubahan yang dibangun oleh paslon nomor urut 01 itu berpotensi kehilangan marwahnya hingga terasa kurang menggigit.
Imbasnya gerakan politik berpotensi kehilangan makna dan kurang mendapat respons positif dari masyarakat Indonesia. Supriyanto lantas memprediksi perolehan suara yang akan didapat AMIN di pemilu mendatang.
“Secara elektoral pasangan Anies-Cak Imin berpotensi problematik, stagnan, dan kurang prospektif. Prediksi saya pasangan ini hanya mampu meraih suara di kisaran 15-25 persen,” ujar Supriyanto kepada wartawan, Rabu (20/12/2023).
Ketua DPC Gerindra Ponorogo ini menyebut, angka tersebut disimpulkan berdasarkan hasil analisis kualitatif dengan mempertimbangkan aspek teknis, diksi, narasi, tagline, slogan, perilaku partai, dan faktor lain yang berpengaruh pada proses pemenangan.
“Secara kontekstual diksi perubahan berada pada posisi diametral (berhadapan) dengan pemerintah. Sedangkan approval rating (tingkat kepuasan) terhadap Presiden Jokowi berada pada angka 75-85 persen,” ujarnya.
“Secara teori kubu Anies-Cak Imin berada pada captive market (ceruk pemilih) di kisaran 15-25 persen, yaitu masyarakat yang tidak puas dengan kinerja pemerintah,” tambahnya.
Dia melanjutkan, tagline gerakan perubahan berpotensi kehilangan rohnya di Pilpres 2024. Sebab, prestasi Anies Baswedan selama menjabat gubernur DKI Jakarta dinilai biasa-biasa saja.
“Gerakan perubahan ini bisa kehilangan rohnya di pilpres. Bahkan, tidak sedikit kalangan yang mempersepsikan bahwa Anies Baswedan pandai merangkai kata-kata, namun lemah dalam eksekusinya,” ungkapnya.
Lebih lanjut Supriyanto menyebut diksi perubahan maknanya berpotensi semakin memudar dan kurang greget. Sebab, Cak Imin yang didapuk sebagai cawapres Anies Baswedan notabene adalah Ketum PKB. Di sisi lain, PKB bersama Partai NasDem saat ini masih masuk dalam jajaran partai pendukung pemerintah.
“Standing point (posisi) dan arah gerakan perubahan yang digawangi kubu Anies-Cak Imin berpotensi menjadi semakin tidak jelas. Branding gerakan perubahan sebenarnya lebih dicitrakan melekat pada partai Demokrat karena ikon tersebut sudah digunakan SBY pada pilpres 2004. Justru sekarang partai Demokrat mendukung pasangan Prabowo-Gibran,” ungkapnya.
“Deklarasi pasangan Anies-Muhaimin juga dilakukan secara mendadak, terkesan hanya untuk mengamankan tiket pilpres dan mencukupi presidential threshold (PT) 20 persen,” lanjutnya.
Menurut mantan kader PDIP ini, secara psikologis kerja mesin partai sangat dipengaruhi oleh perkembangan dan dinamika elektabilitas calon presiden-wakil presiden. Jika elektabilitas paslon tidak bertumbuh secara signifikan, maka kerja mesin partai menjadi lemah dalam membantu pemenangan pilpres.
“Situasi psikologis partai pendukung Anies di Pilpres 2024 terlihat jauh berbeda dibanding waktu Pilgub DKI 2017. Pada saat itu mesin partai Gerindra digerakkan secara maksimal, mulai anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota di seluruh Indonesia lebih khusus di pulau Jawa secara swadaya membantu pemenangan Anies-Sandi,” pungkasnya.
(Bie)