Jakarta, JurnalBabel.com – Guru besar ilmu hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Profesor Suparji Ahmad, mengusulkan mereformasi Kepolisian RI atau Polri secara radikal.
Menurutnya, kedudukan Polri, baik secara langsung di bawah presiden atau di bawah kementerian, tidak perlu diperdebatkan. Pasalnya, reformasi struktural bukanlah jawaban. Sebab itu, tegasnya, harus ada reformasi kultural di tubuh Polri yang dilakukan secara radikal.
“Bagaimana reformasi kultur secara radikal tadi itu? Ada kultur organisasi yang adaptif, tata kelola yang berbasis teknologi informasi, dan managemen yang kreatif, sistemik, dan melayani,” kata Suparji dalam dalam rapat Panitia Kerja Reformasi Polri, Kejaksaan dan Pengadilan, dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/12/2025).
Prof Suparji juga menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa anggota Polri aktif harus mundur dari jabatan sipil di luar institusinya harus dijalankan.
Ia Suparji menyebut polisi aktif masih boleh mengisi jabatan-jabatan sipil, namun syaratnya adalah posisi itu berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi kepolisian. Tupoksi Polri yang dimaksud ialah keamanan, ketertiban, dan pelayanan hukum.
“Bukan jabatan-jabatan yang memerlukan pertimbangan-pertimbangan politik, misalnya kepala daerah, anggota DPR, DPRD, DPD. Karena itu lah harus ada dukungan-dukungan politik, maka ketika Polri aktif itu akan membahayakan,” jelasnya.
Selain itu, Suparji juga menyoroti persoalan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) Polri yang berdampak pada lambannya penyelesaian perkara. Ia menilai harus ada peningkatan kualitas maupun kuantitas SDM.
“Sekarang mungkin banyak perkara-perkara yang tidak bisa jalan karena kekurangan penyidik, di mana tidak lolos sertifikasi dan lain sebagainya. Maka untuk itu, secara kuantitatif memang perlu ditingkatkan, secara kualitatif harus lebih humanis, lebih proaktif dan lain sebagainya,” ujarnya.
Terkait pengawasan terhadap Polri dalam konteks reformasi menyeluruh di institusi tersebut juga dianggapnya tidak kalah penting. Suparji mengatakan selain pengawasan internal, pengawasan eksternal juga harus diperkuat.
Misalnya, kata dia, melalui penguatan Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas. Dengan demikian, pengawasan terhadap Polri lebih efektif dan bisa menimbulkan efek jera, bukan sebagai sarana impunitas kepolisian.
Baginya, lembaga penegak hukum, termasuk Polri, tidak semestinya menjadi lembaga superbody. “Secara keseluruhan, dalam konteks reformasi penegakan hukum, baik kepolisian, kejaksaan maupun peradilan, maka memang harus didorong bagaimana menjadi smart institution atau lembaga yang cerdas,” kata Suparji.
