Jakarta, Jurnalbabel.com – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta kepada DPR agar menghapus omnibus law RUU Cipta Kerja dihapus dari program legislasi nasional (prolegnas) priroritas tahun 2020. Pasalnya, DPR maupun pemerintah harus bisa membahas itu setelah pandemi virus Corona berakhir.
Anggota Baleg DPR, Firman Soebagyo berpandangan, apa dikatakan KSPI dengan persoalan penanganan corona dan pembahasa RUU Cipta Kerja adalah kekeliruan.
“Anggota DPR ini bukan ahli medis, karena masalah pandemi corona sudah ditangani secara baik oleh pemerintah, dengan dibentuk Gugus Tugas Pandemi covid-19 dipimpin Doni Monardo sudah bekerja keras selama ini.Dan tugas DPR sudah sangat jelas sesuai amanat UU No 12 tahun 2011 tetap harus menjalakan tugas dan fungsi kedewanan dan ini harus dipahami,” kata Firman dalam keterangannya, Sabtu (18/4/2020).
Politikus berpendapat, DPR diamanatkan bekerja sesuai aturan perundang-undangan. Dan seyogyanya KSPI sebagai wadah aspirasi buruh juga harus melihat persoalan ini dengan jernih dan tidak harus mengutarakan kalimat-kalimat menyesatkan dengan menyebut pembahasan RUU Cipta Kerja hanya mementingkan sebuah kelompok tertentu.
“Saya minta jangan ada pernyataan menyesatkan seolah-olah DPR bekerja hanya demi kelompok tertentu. Kita ini bekerja demi kepentingan bangas dan negara. Karena itu, masyarakat juga harus memahami bahwa DPR dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sudah diatur dalam berbagai UU.
Firman pun balik bertanya, kalau pasca pendemi pelaku usaha tidak bergerak industrinya lumpuh atau mengalihkan investasinya kenegara lain lalu bagaimana masyarakat bisa mendapatkan pekerjaan lagi.
Apalagi berdasarkan data dari Kamar Dagang Indonesia (Kadin) menyebut sudah ada 3 juta lebih karyawan atau pekerja mengalami PHK atau dirumahkan akibat dari persoalan corona.
“Harusnya pihak-pihak mencurigai seperti itu hendaknya berpikir jernih setelah selesai corona dan sudah banyak pekerja kena PHK. Mereka mau kerja dimana dan apa? Tolong ini dipikir secara jernih dan rasional jangan emosional,” tegasnya.
Seperti diketahui, Presiden KSPI, Said Iqbal meminta omnibus law RUU Cipta Kerja dihapus dari program legislasi nasional (prolegnas) priroritas tahun 2020. Menurutnya, sebaiknya pembahasan RUU tersebut dilakukan setelah pandemi virus Corona berakhir.
“Nanti setelah pandemi Corona teratasi dan strategi pencegahan darurat PHK yang mengancam puluhan bahkan ratusan ribu buruh berhasil dilakukan, baru kita semua bisa berpikir jernih untuk membahas RUU Cipta Kerja,” ujarnya.
Penolakan itu akan disuarakan KSPI melalui aksi di depan DPR RI pada pertengahan April 2020 yang akan melibatkan 50.000 buruh se-Jabodetabek. Aksi itu akan tetap dilakukan di tengah imbauan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran virus Corona.
“KSPI akan melakukan aksi pada pertengahan April 2020 dengan melibatkan 50 ribu buruh se-Jabodetabek. Bahkan buruh tidak gentar dengan risiko tentang Corona maupun adanya larangan mengumpulkan banyak orang. Karena saat ini buruh menghadapi dua ancaman serius terhadap hidupnya dan keluarganya, yaitu yang pertama, ancaman nyawa yang hilang karena belum diliburkan di saat pandemi Corona,” ujar Iqbal.
“Dan yang kedua adalah ancaman masa depan buruh yang terpuruk karena omnibus law RUU Cipta Kerja yang akan dibahas oleh Panja Baleg,” imbuhnya.
Alih-alih membahas RUU Cipta Kerja, menurut Iqbal, DPR sebaiknya fokus membantu pemerintah memikirkan upaya mengatasi penyebaran virus Corona. Selain itu, DPR juga diminta memberi masukan pada pemerintah terkait potensi ancaman PHK yang akan terjadi akibat virus Corona dan setelah pandemi ini berakhir.
“DPR bersama pemerintah fokus memikirkan cara yang efektif dan cepat untuk mengatasi penyebaran virus Corona. Salah satunya dengan meliburkan buruh dengan tetap membayar upah penuh, sebagai langkah social distancing. Sampai hari ini jutaan buruh masih bekerja di perusahaan, mereka terancam nyawanya,” tuturnya.
KSPI melihat ada empat alasan yang akan menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran di tengah dan pasca pandemi Corona, yaitu menipisnya bahan baku, anjloknya nilai tukar rupiah, industri pariwisata yang merosot, dan anjloknya harga minyak mentah. KSPI juga punya sejumlah alasan menolak omnibus law RUU Cipta Kerja, di antaranya outsourcing seumur hidup hingga potensi hilangnya jaminan sosial dan hak cuti.
“KSPI berharap anggota DPR RI mendengarkan suara buruh Indonesia dengan menghentikan pembahasan onmnibus law RUU Cipta Kerja sampai pandemi Corona selesai dan tidak terjadi ancaman darurat PHK pasca pandemi Corona,” pungkasnya. (Bobby)
Editor: Joy