Jakarta, JURNALBABEL – Anggota Panja RUU Permusikan sekaligus Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah membeberkan persoalan salah satu pasal dalam RUU Permusikan yakni Pasal 32-35 yang mengatur tentang uji kompetensi bagi para pelaku musik.
Anang menuturkan, persoalan sertifikasi telah menjadi kebutuhan. Hal ini merujuk pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang merupakan hasil ratifikasi Regional Model Competency Standard (RMCS) dari International Labour Organization.
“Memang tampak absurd mengukur karya seniman dan musisi melalui uji kompetensi dan sertifikasi. Namun globalisasi dan perdagangan bebas menuntut situasi seperti ini,” kata Anang dalam keterangan tertulis, Jumat (1/2/2019).
Selain itu, sebut bekas suami Diva Indonesia Krisdayanti, uji kompetensi bagi pelaku musik semata-mata untuk menjadikan profesi ini mendapat penghargaan dan perlindungan oleh negara. Namun, Anang menyatakan saran dari para musisi akan dipertimbangkan demi penyempurnaan RUU Permusikan.
“Belum lagi syarat sertifikasi yang harus dimiliki jika musisi hendak tampil di pentas internasional. Tapi, apa pun masukan dari stakeholder sangat berarti dalam proses pembahasan RUU ini,” tuturnya.
Selain Pasal 32-35, salah satu pasal yang menimbulkan kontroversi adalah Pasal 5. Pasal 5 yang terdiri atas 8 ayat itu mengatur tentang sejumlah larangan bagi pelaku musik dalam membuat kreasi. Anang mengaku bisa memahami kegelisahan para musisi.
“Saya bisa memahami kegelisahan teman-teman terkait dengan pasal 5 RUU Permusikan ini, itu bisa didiskusikan dengan kepala dingin,” ujar Anang yang juga politikus PAN ini.
Kendati demikian, Anang berbicara soal landasan pembuatan UU. Menurut dia, pembuatan UU berlandaskan tiga hal, yaitu filosofis, yuridis, dan sosiologis.
Isu kebebasan berekspresi yang disandingkan dengan norma di Pasal 5, kata Anang, harus dikembalikan pada ketentuan tentang HAM sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
“Isu kebebasan berekspresi dan berpendapat, pada akhirnya dihadapkan padal Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 bahwa kebebasan itu dibatasi dengan UU yang mempertimbangkan nilai moral, agama, keamanan dan ketertiban umum dalam bingkai negara demokrasi,” sebut ayah dari penyanyi Aurel Hermansyah ini.
Namun di lain sisi, ada satu ayat dalam Pasal 5 yang juga dinilai Anang berpotensi menjadikannya pasal karet. Yakni Pasal 5 ayat (f) yang menyatakan ‘dalam membuat kreasi, tiap orang dilarang membawa pengaruh negatif budaya asing’.
“Ini yang justru berpotensi menjadi pasal karet karena tidak jelas ukuran yang dimaksud,” pungkas Anang. (Joy)
Editor: Bobby