Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Wihadi Wiyanto, menyebut Pengadilan merupakan sarang mafia tanah.
Hal tersebut dikatakan Wihadi dalam rapat dengar pendapat umum Komisi III DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/8/2024), dengan korban mafia tanah dugaan penyerobotan lahan tanah Mantan Menteri Keuangan era Presiden Soeharto, Fuad Bawazier, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
“Memang ini patut kita duga yang namanya Pengadilan ini juga sarang mafia tanah sebenarnya. Tidak hanya kasus ini saja, ada beberapa kasus yang masuk ke kami, hampir sama seperti ini. Orang yang sudah membeli sah, tahu-tahu ada yang mengakui,” ungkap Wihadi Wiyanto.
Menurut Wihadi yang juga Ketua Badan Legislasi (Baleg DPR ini, Pengadilan menjadi sarang mafia tanah menjadi PR bersama. Sebab itu, lanjut dia, reformasi di bidang hukum harus segera dilakukan.
“Saya kira ini jadi masukan bagi kami, dan kami akan melihat upaya hukum apa yang kita perkuat nantinya dan saling berkoordinasi untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Wihadi.
Politisi Partai Gerindra ini pun berpandangan apa yang dialami Fuad Bawazier sangat jelas dilakukan oleh mafia tanah. Maka dari itu, Komisi III DPR akan segera menjadwalkan untuk memanggil Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Mendengar apa yang disampaikan oleh kuasa hukum pak Fuad dan Kanwil BPN, ini jelas dilakukan oleh mafia tanah. Yang perlu kita lakukan dari kasus ini harus kita gugat kembali. Kita akan panggil juga dari Pengadilan Negeri,” ujarnya.
Sebelumnya, Fuad Bawazier, mengadu ke Komisi III DPR RI karena rumahnya yang berlokasi di kawasan Menteng, Jakarta, terkena permasalahan sengketa tanah.
Fuad menjelaskan tanah tersebut telah dibeli oleh dirinya dan sudah memiliki sertifikat. Namun, pada tahun 2014 tanah tersebut digugat oleh pihak lain yang sebelumnya sudah pernah berperkara atas kepemilikan tanah itu, tetapi gugatannya pun sudah ditolak.
“Keputusan yang dulu itu sudah pernah diputusin, yaitu orang itu memang sudah tidak dinyatakan, ditolak permohonan pembeliannya,” ujar Fuad saat menghadiri rapat dengar pendapat umum di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/8/2024).
Politikus yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama MIND.ID itu hadir dalam rapat didampingi kuasa hukumnya. Selain itu, Komisi III DPR juga menghadirkan pihak dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi DKI Jakarta dalam rapat tersebut.
Fuad mengaku heran atas adanya hal tersebut karena di kawasan rumahnya itu hanya dirinya yang digugat. Dia menduga gugatan itu justru dilakukan ketika rumahnya telah direnovasi lebih bagus dari sebelumnya.
“Mungkin setelah rumahnya dibangun bagus, baru diperkarakan oleh mafia tanah ini, bukan dulu-dulu yang perkara. Menurut saya ini sudah waktunya barang kali, waktunya reformasi hukum dilakukan,” katanya.
Sementara itu Kuasa Hukum Fuad Bawazier, Sri Melyani, mengatakan bahwa gugatan pada tahun 2014 memunculkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bahwa sertifikat tanah atas nama Nuraini Bawazier tidak mengikat dan diperintahkan mengosongkan objek rumah itu.
Sampai kemudian pada 7 Agustus 2024, pengadilan sempat hendak melakukan eksekusi pengosongan rumah Fuad Bawazier itu. Namun, eksekusi itu dibatalkan setelah pihaknya melakukan perlawanan.
“Baru kali ini saya mendapatkan satu kasus yang aneh bin ajaib, orang tidak punya hak, tidak punya legal standing, tetapi dinyatakan berhak atas objek,” kata Sri.
Dengan adanya hal tersebut, Komisi III DPR RI merekomendasikan agar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu dibatalkan dan tidak bisa dilakukan eksekusi atas tanah karena terdapat pertentangan bahwa penggugat tidak memiliki hak atas tanah.
Komisi III DPR RI meminta BPN DKI Jakarta tidak menerbitkan surat atau alas hak baru atas objek tersebut.
Selain itu, Komisi III DPR juga meminta kepolisian tidak mendukung pengamanan rencana eksekusi pengosongan lahan tersebut. (Bie)