Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Ashabul Kahfi, menyebut rencana pencabutan moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia atau PMI ke Arab Saudi, tidak akan mengurangi tindak kekerasan yang dialami PMI.
Meskipun Ashabul mendukung pencabutan moratorium ini karena akan berdampak signifikan bagi para pencari kerja yang cukup besar di dalam negeri.
Hal tersebut dikatakan Ashabul Kahfi dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding dan Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025).
“Saya cuma ingatkan upaya pencabutan moratorium sejak 2021, saya termasuk yang menolak. Selama komitmen Arab Saudi dalam perjanjian bilateralnya tidak bisa dipastikan, maka pencabutan ini menurut saya tidak akan mengurangi tindak kekerasan yang dialami PMI,” kata Ashabul Kahfi.
Ashabul menyebut demikian bukan tanpa alasan yang tidak jelas, tetapi berdasarkan data yang ia dapat dari Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) dan Migran Care pada 2024. Yakni ada 3.200 kasus pengaduan PMI di Arab Saudi terkait kekerasan, pelecehan, pelanggaran kontrak kerja, namun tidak banyak kasus yang benar-benar di advokasi.
“Sehingga kita setuju saja mengirim ke Timur Tengah karena menurut data yang berkontribusi signifikan sampai Rp31 triliun, tapi saya sampaikan perlindungan terhadap PMI harus tetap prioritas. Jangan hanya kita kontribusi devisa tanpa mengutamakan perlindungan PMI yang ada disana,” ujarnya.
Alasan Ashabul tidak hanya sampai disitu saja. Diungkapnya, pada 2018 sudah ada MoU antara Arab Saudi dengan Indonesia.
MoU yang dimaksud yakni perjanjian Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) yang merupakan tindak lanjut komitmen Indonesia untuk melindungi Pekerja Migran Indonesia (PMI) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017.
Perjanjian ini bertujuan untuk memastikan PMI mendapatkan hak-hak yang layak dan terlindungi dari pelanggaran HAM selama proses penempatan.
MoU tersebut kata Ashabul dilanggar oleh Arab Saudi. “Dan Indonesia tidak kapok-kapok karena penyelesaian kekerasan dan penindasan PMI di Arab Saudi tidak cukup hanya dengan pendekatan hukum, tetapi dengan pendekatan kultur budaya,” ungkapnya.
“Karena Arab Saudi masih menganut paham perbudakan, sehingga PMI dimata mereka masih ada diperlakukan seolah-olah budak dan jumlahnya cukup besar,” tambahnya.
Oleh karena itu, legislator asal dapil Sulawesi Selatan ini mengusulkan agar pemerintah mengirim PMI lebih dominan yang profesional ke Arab Saudi. Pasalnya, Indonesia memiliki banyak sarjana-sarjana yang memiliki kapasitas/kompotensi serta keterampilan untuk dikirim ke Arab Saudi dan negara lainnya.
Menurut Ashabul, semakin banyak mengirim PMI profesional, maka dapat memperbaiki citra Indonesia di mata Internasional. Sebab, selama ini Indonesia terkesan mengirim pekerja-pekerja yang tidak memiliki keterampilan bahkan tidak memiliki ijasah.
“Oleh karena itu saya ingin sampaikan kepada Bapak Menteri agar mempersiapkan dan mengirim sebanyak mungkin tenaga-tenaga yang benar-benar memiliki keterampilan,” kata Ashabul Kahfi.