Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR, Ashabul Kahfi, meminta 6 hal yang harus dipenuhi oleh pemerintah agar cari kerja ke luar negeri menjadi pilihan masyarakat seperti yang dianjurkan oleh Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding belum lama ini.
Pertama, perkuat sistem perekrutan yang legal dan transparan. Ashabul mengatakan, pemerintah harus menertibkan agen-agen penyalur tenaga kerja dan memastikan bahwa semua proses perekrutan dilakukan melalui jalur resmi (SISKOP2MI).
“Calon pekerja harus mendapatkan informasi yang jelas dan transparan mengenai jenis pekerjaan, lokasi, kontrak kerja, dan hak-hak mereka di negara tujuan,” kata Ashabul Kahfi dalam keterangan tertulisnya, Ahad (29/6/2025).
Kedua, pendidikan dan pelatihan Pra-Penempatan. Menurut Ashabul, pemerintah wajib menyelenggarakan pelatihan kerja dan pendidikan pra-keberangkatan yang mencakup keterampilan kerja, bahasa, budaya, hukum, dan hak-hak pekerja di negara tujuan.
“Pelatihan ini sebaiknya bersertifikat dan diakui secara internasional agar calon pekerja punya daya saing tinggi,” ujarnya.
Ketiga, perlindungan hukum dan pendampingan. Ia menuturkan, memastikan ada perlindungan hukum baik sebelum berangkat, saat bekerja di luar negeri, maupun setelah kembali ke tanah air.
“Pemerintah perlu memperkuat kerja sama dengan perwakilan RI di luar negeri (KBRI/KJRI) untuk memberikan bantuan hukum, perlindungan, dan pendampingan langsung jika terjadi pelanggaran hak,” tuturnya.
Keempat, penegakan hukum terhadap pelaku penipuan atau perdagangan orang. Ashabul mengatakan, tegas menindak oknum atau perusahaan yang terlibat dalam penempatan ilegal atau memperdagangkan manusia dengan modus pekerjaan ke luar negeri.
“Perlu kerja sama lintas kementerian, kepolisian, dan otoritas daerah dalam mengawasi praktik ini,” katanya.
Kelima, sistem pelaporan dan pengawasan yang mudah diakses. Menurutnya, pemerintah perlu sediakan hotline 24 jam, aplikasi pelaporan, atau kanal digital yang mudah diakses bagi pekerja migran untuk mengadukan pelanggaran atau meminta bantuan.
“Bangun sistem monitoring digital terhadap keberadaan dan kondisi pekerja migran secara real-time,” ucapnya.
Keenam, program reintegrasi dan perlindungan pasca-kembali. Ia berpendapat, pemerintah perlu sediakan program pendampingan, pelatihan kewirausahaan, dan bantuan modal bagi pekerja migran yang kembali ke tanah air, agar mereka tidak kembali ke siklus kerja rentan.
“Libatkan pemerintah daerah dalam menyambut dan membina para purna Pekerja Migran Indonesia (PMI),” kata Ashabul.
Dengan cara di atas, kata Ashabul, bekerja ke luar negeri bisa menjadi pilihan yang aman, bermartabat, dan produktif bagi masyarakat Indonesia, bukan pilihan yang terpaksa karena ketiadaan lapangan kerja di dalam negeri.