Jakarta, JURNALBABEL– Joko Widodo (Jokowi) dinilai tampil terlalu agresif dalam debat capres yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Hotel Bidakara, Jakarta, 17 Januari 2019, malam.
Dalam debat itu, capres petahana menembakkan serangan langsung terhadap pribadi Prabowo dengan isu caleg mantan napi korupsi.
Dari kacamata psikologi politik, manuver Jokowi dalam debat capres adalah cerminan bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta itu sedang tertekan.
Perkara elektabilitas yang stagnan dan cenderung merosot, serta masih banyaknya pemilih yang belum menentukan pilihan di tiga bulan jelang pilpres menjadi sumber tekanan utama bagi Jokowi.
“Pak Jokowi terlalu cepat menembak, gak sabar. Dan orang yang cepat nembak biasanya karena tertekan. Saya lebih suka yang empiris saja, kalau dari teman-teman survey, memang dia (Jokowi) mungkin dikalahkan dan itu menurut saya cukup mengganggu,” kata Pakar psikologi politik Irfan Aulia Syaiful dalam acara Pojok Jubir ‘Debat Pilpres Perdana, Antara Gaya atau Subtansi’ di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Senin, (21/1/2019).
“Pilpres ini masih ada sekitar 3 bulan lagi dan masih banyak orang yang belum menentukan pilihan, di atas 10%. Di pilpres Amerika saja angka 1% itu angka yang sangat menentukan siapa yang jadi presiden, apa lagi di Indonesia yang lebih cair,” imbuh Irfan.
Bila Jokowi tampil agresif dan menyerang, Prabowo justru menghadirkan hal baru. Irfan mengatakan, dalam debat capres perdana, capres nomor urut 02 itu memunculkan sikap aslinya yang penyabar, santun dan humoris. Selama ini, sikap tegas melekat di pundak mantan Komandan Jenderal Kopassus itu.
“Memang Prabowo itu otentik ya, gak bisa diatur tapi itulah dia. Saya agak kaget juga kok dia tampilkan sesuatu yang unik, baru dan tidak ditampilkan sebelumnya, yaitu lebih tenang dan lebih sopan, bahkan terlalu sopan untuk oposisi,” kata Irfan.
Lantas ke mana suara pemilih pemula yang belum menentukan pilihannya di Pilpres 2019 akan berlabuh? Irfan mengatakan, para pemilih pemula akan menentukan pilihannya di menit-menit terakhir. Sehingga, para ‘pelari maraton’ yang akan memenangi kompetisi demokrasi ini.
“Jadi orang-orang ini akan memilih di menit terakhir. Menit terakhir ini yang menang adalah yang berlari maraton, bukan yang sprint, karena mereka akan memilih di tujuh hari terakhir. Di situ Pak Jokowi nembaknya kecepatan. Disinilah stamina penting, endurance penting,” ucap Irfan. (Joy)
Editor: Bobby