Jakarta, JURNALBABEL – Promosi yang diberikan Kejagung terhadap Bayu Adhinugroho Arianto, sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar) menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat. Pasalnya, Bayu Adhinugroho sendiri diketahui adalah anak dari Jaksa Agung HM Prasetyo.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut promosi Bayu sebagai hal wajar.
“Kalau menurut saya, sepanjang itu memang sudah boleh dan mempunyai kapasitas di situ, ya, wajar-wajar aja,” kata Dasco kepada wartawan, Jumat (15/3/2019).
Dasco menyebut tidak adil jika karier Bayu terhambat karena status bapaknya, Prasetyo, sebagai Jaksa Agung. Jika Bayu memang berprestasi, Dasco menyebut promosi merupakan hal wajar.
“Masak, karena bapaknya Jaksa Agung, terus karier anak terhambat walaupun anaknya berprestasi dan itu juga kurang adil kecuali kalau penilaiannya belum dan ini memang nepotisme kita boleh keberatan, gitu loh,” ucap Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Hati-hati Sebut Nepotisme
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR F-NasDem Teuku Taufiqulhadi meminta semua pihak berhati-hati memakai kata nepotisme dalam menyikapi promosi itu.
“Saya berharap hati-hati menyebut nepotisme. Karena menyebut nepotisme tidak sesuai situasi dan fakta, maka itu akan berbahaya bagi karier seseorang dan akan merugikan negara,” kata Taufiqulhadi kepada wartawan, Jumat (14/3/2019).
Taufiqulhadi menyebut nepotisme merupakan kondisi di mana seseorang yang tidak kompeten ditempatkan pada posisi penting karena adanya hubungan-hubungan tertentu dengan atasan atau penentu kebijakan. Dia tak setuju istilah nepotisme disematkan kepada Bayu.
“Kalau Saudara Bayu ini tidak kompeten, saya setuju ditolak karena alasan nepotisme. Tapi Saudara Bayu memenuhi alasan pengangkatannya pada jabatan yang ada,” ucap Taufiqulhadi.
“Ia pernah menjadi Kajari di salah satu Kabupaten di Bali, kemudian jadi asisten di Kejati kelas satu. Setelah itu baru diangkat jadi Kajari Jakbar. Secara prosedur sudah tepat dan tak ada yang terlanggar. Kemudian ia kompeten. Sebagai Kajari di Bali, ia berprestasi. Selama jadi asintel, ia juga berprestasi. Karena itu, saya tidak melihat ia unsur nepotisme di sini,” tegas anggota Dewan Pakar Partai NasDem itu.
Menurut dia, tuduhan nepotisme di balik promosi Bayu hanya akan merugikan Bayu. Dia memandang sebutan itu tidak adil bagi Bayu yang menurutnya berprestasi.
“Jika karena orang tua di sini Jaksa Agung lantas kita bilang nepotisme, itu akan merugikan karier Saudara Bayu. Itu tidak adil. Dan juga negara akan rugi karena Saudara Bayu itu kompeten dan berprestasi,” ucap dia.
Jaksa Agung M Prasetyo telah menepis adanya nepotisme terkait promosi anaknya, Bayu Adhinugroho Arianto, sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat. Bayu sebelumnya menjabat Asisten Bidang Intelijen (Asintel) pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali.
Prasetyo mengaku selalu berpesan pada Bayu untuk meniti karier di Korps Adhyaksa tanpa embel-embel anak Jaksa Agung. Bahkan terkait promosi yang menyangkut Bayu, Prasetyo sengaja abstain.
“Nggak ada yang istimewa, semua sesuai dengan mekanisme,” kata Prasetyo saat dimintai tanggapan mengenai isu tersebut, Kamis (14/3/2019).
Prasetyo menyebut mekanisme promosi dan mutasi di lingkungan kejaksaan selalu melalui keputusan rapat pimpinan. Prosesnya disebut Prasetyo harus mempertimbangkan unsur Prestasi, Dedikasi, Loyalitas, dan Integritas (PDLI).
“Saya sengaja abstain, menyerahkan pembahasan dan keputusannya kepada unsur pimpinan yang lain dalam rapim (rapat pimpinan) dengan arahan harus tetap mengacu dan berpegang pada PDLI dari yang bersangkutan, secara obyektif, proporsional, dan profesional,” ucap Prasetyo.
Unsur pimpinan yang mengambil keputusan untuk rotasi dan mutasi disebut Prasetyo terdiri dari Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, jajaran Jaksa Agung Muda, serta Kepala Badan Diklat Kejaksaan. Proses ini disebut Prasetyo sudah ada sepanjang sejarah Korps Adhyaksa. (Joy)
Editor: Bobby