Jakarta, JurnalBabel.com – Presiden Konfederasi Serikat Kerja Muslim Indonesia (Sarbumusi) Syaiful Bahri Anshori ikut angkat suara terkait Tenaga kerja asing (TKA) asal China yang berjumlah 500 orang berencana akan masuk ke Indonesia untuk bekerja di perusahaan pemurnian nikel PT VDNI (Virtue Dragon Nickel Industry) Morosi, Kabupaten Konawe. Di mana perusahaan itu diketahui sudah mendapat izin dari pemerintah pusat pada 22 April lalu.
Meski sudah adanya izin dari pemerintah pusat, menurut Syaiful kedatangan TKA China itu patut ditolak oleh berbagai pihak. Mengingat di dalam negeri terjadi pemutusan hubungan kerja atau PHK besar-besaran akibat pandemi Covid-19.
“Soal TKA yang masuk Indonesian di tengah Pandemi Covid-19, saya juga telah memberi catatan, agar pemerintah tidak dengan mudah memberi ijin kepada TKA untuk bekerja di Indonesia, karena tenaga kerja lokal justru banyak yang di PHK, kalau ini terjadi ada distrush dan dis-hormani antara masyarakat dan pemerintah dan ini berbahaya bagi keutuhan NKRI, ” kata Syaiful Bahri Anshori menegaskan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/5/2020).
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) ini menyoroti pengaturan TKA dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Ia mengatakan selama ini mekanisme penggunaan TKA selalu dimulai dengan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Jika disetujui maka akan di proses kelengkapan sebelum mengeluarkan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Semua proses ini dilakukan secara online melalui online single submission (OSS) dan dikoordinatori oleh pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan koordinasi dengan BKKBM.
“Sekarang melalui pemerintah pusat yang notabenenya adalah presiden serta hanya menggunakan IMTA,” jelasnya.
Sebab itu, anggota Badan Legislasi DPR ini menduga kemungkinan ada kekuatan pengusaha di balik penyusunan draft RUU Cipta Kerja. Hal ini dibuktikan ketika presiden menunda yang bereaksi pertama kali adalah Kadin dan Apindo.
Syaiful juga memaparkan dampak yang lebih besar bila RUU Cipta Kerja disahkan. Pertama, terjadinya sentralisasi perizinan di pemerintah pusat yang berimplikasi terhadap otonomi daerah. Kedua, perluasan bidang usaha tertutup serta penghapusan persyaratan investasi yang krusial. Ketiga dan keempat masalah di kluster ketenagakerjaan dan pemusatan kewenangan Presiden.
Selanjutnya ia memaparkan dampak politik perburuhan. Pertama, hilangnya serikat pekerja/serikat buruh karena semakin sedikitnya pekerja tetap. Kedua, semakin menjamurnya TKA, outsorcing dan menjamurnya pekerja kontrak. (Bie)
Editor: Bobby