Jakarta, JurnalBabel.com – Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menghapus ketentuan tentang perizinan ekspor dan impor yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) – (5) UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Penghapusan ketentuan perizinan ekspor-impor berpotensi menyebabkan terbuka lebarnya kran impor yang masuk ke Indonesia.
Hal itu diungkapkan Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi PKS, Amin Ak dalam siaran persnya, Minggu (10/5)
Menurut Amin, hal itu itu menyebabkan tidak adanya lagi aturan mengenai kewajiban eksportir dan importir untuk memiliki perizinan baik berupa persetujuan, pendaftaran, penetapan, dan/atau pengakuan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 49 ayat (1) UU No 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.
“Selain akan membanjirnya barang impor ke wilayah Indonesia, penghapusan ketentuan tersebut dapat berpotensi menimbulkan iklim usaha yang tidak sehat, karena tidak adanya persetujuan maupun pengakuan barang impor yang masuk ke wilayah Indonesia,” ungkap Amin Ak.
Lebih lanjut anggota komisi VI DPR ini mengungkapkan ketentuan lainnya yang dihapus yakni mengenai keringanan ataupun penambahan tarif bea masuk barang impor. Padahal dengan adanya ketentuan tersebut negara dapat memperoleh pendapatan dari kenaikan bea masuk yang dibebankan terhadap barang impor.
“Selain itu pemerintah juga dapat mengendalikan jumlah barang impor yang masuk ke Indonesia,” katanya.
Amin Ak menjelaskan keringanan tarif bea masuk barang impor sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 49 ayat (4) UU No 7 tahun 2014 tentang Perdagangan juga dapat dijadikan pemerintah untuk melakukan lobi dalam perdagangan internasional.
“Agar barang ekspor dari Indonesia ke negara tujuan bisa mendapatkan keringanan bea masuk ke negara tujuan, apabila Indonesia juga memberikan keringanan bea masuk barang Impor dari negara tersebut selama tidak mengganggu stabilitas persediaan barang dalam negeri dan tidak mengancam perkembangan pelaku usaha khususnya UMKM dalam negeri,” jelasnya.
Di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja juga terdapat ketentuan yang dihapus mengenai sanksi bagi eksportir/importir yang melakukan kegiatan ekspor/impor barang yang tidak sesuai dengan pembatasan barang untuk diekspor/diimpor. Penghapusan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 52 ayat (4) dan (5) UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dapat membuat eksportir/importir leluasa melakukan pelanggaran tanpa dikenakan sanksi.
Menurut legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur IV ini hal tersebut berpotensi tidak terkendalinya barang ekspor/impor yang dapat mengganggu stabilitas persediaan barang dalam negeri dan mengancam perkembangan UMKM lokal.
“Dengan dihapuskannya ketentuan mengenai perizinan ekspor-impor dan sanksi bagi eksportir/importir yang melakukan kegiatan ekspor/impor barang yang tidak sesuai dengan ketentuan pembatasan barang untuk diekspor/diimpor dapat mengancam UMKM dalam negeri,” katanya.
Amin Ak menambahkan kedua hal tersebut dapat menyebabkan tidak terkendalinya jumlah persediaan barang dalam negeri, sehingga dapat memicu kelangkaan persediaan barang ataupun membanjirnya barang impor di dalam negeri yang dapat mempengaruhi kinerja UMKM di Indonesia. (Bie)
Editor: Bobby