Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, minta Pemerintah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pembauran energi baru terbarukan dalam bentuk pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).
Sebaiknya Pemerintah tidak memaksakan diri membangun PLTSa di 12 kota jika program tersebut dinilai tidak efektif dan sulit direalisasikan. Pemerintah dapat memaksimalkan upaya lain dalam mengejar realisasi target bauran energi baru terbarukan.
“Pemerintah tidak perlu memaksakan diri. Karena persoalan tipping fee dan subsisidi atas biaya pokok produksi listrik dapat menguras keuangan daerah atau tambahan pengeluaran untuk APBN,” kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/11/2020).
Menurutnya, operasi PLTSa ini kan pengeluaran bukan untuk satu dua tahun tahun, tapi kontrak jangka panjang. Apalagi di tengah pandemi Covid-19, yang menuntut kerja fokus kita.
“Kita perlu memfokuskan anggaran pemerintah untuk penanggulangan pandemi yang mendesak ini,” ujar Mulyanto.
Mulyanto menilai program pembangunan PLTSa saat ini belum terlalu mendesak. Apalagi untuk kota-kota di Jawa saat ini pasokan listrik PLN sudah surplus. Tidak ada keperluan untuk penambahan pembangkit baru, apalagi dari sumber yang tidak efisien.
Mulyanto melihat pembangunan PLTSa ini perlu dikaji lebih komprehensif, tidak sekedar gagah-gagahan, bahwa konsep inovasi ini mampu mensinergikan dan mengubah sampah menjadi listrik.
“Secara teknologi, itu ide yang bagus. Namun penerapannya harus tepat baik secara teritorial maupun tekno-ekonomi,” tegas Mulyanto.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini melihat persoalan utama yang dihadapi kota besar adalah penanganan sampah yang terus menggunung, sementara lahan penimbunannya sudah sangat terbatas.
Karena itu Mulyanto minta sebaiknya Pemerintah fokus menuntaskan masalah sampah, bukan menyelesaikan dua masalah sekaligus, yakni: masalah sampah dan soal bauran energi baru-terbarukan (EBT).
“Kalau bisa dan efisien menangani keduanya sekaligus, ya bagus-bagus saja. Namun kalau tidak efisien dan subsidi pemerintah yang dikeluarkan akan menguras APBD atau menambah pos pengeluaran APBN, maka kita harus kembali ke pokok persoalan, yakni masalah sampah perkotaan, bukan masalah listrik. Soal listrik di Jawa sudah surplus,” imbuh Mulyanto.
Mulyanto sepakat dengan KPK, yang dalam kajiannya menyarankan agar kita fokus pada upaya mereduksi volume sampah, soal waste to energy bukan waste to electricity.
“Namun untuk kota-kota yang sudah siap, silahkan saja jalan sambil kita evaluasi beban tambahan anggaran baru untuk pos ini,” pungkasnya. (Bie)