Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra, Rahmat Muhajirin, menyoroti makalah Calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Renny Halida Ilham Malik terkait parameter obyektif pengujian formil Undang-Undang (UU) dari aspek filosofis, yuridis dan sosiologis.
Lalu RM sapaan akrab Rahmat Muhajirin mempertanyakan mengenai Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat, ribuan pulau, kearifan lokal dan mayoritas beragama Islam atau muslim.
Alhasil, lanjut RM, UU yang sudah ditetapkan itu di uji oleh masyarakat ke MK karena tidak sesuai dengan kearifan lokal.
Ia mengambil contoh UU Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dimana, ada adat istiadat di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur bahwa anak perempuan sebelum menikah diajak minggat atau disembunyikan oleh calon mempelai dan usianya belum 17 tahun.
Begitu juga di Madura, Jawa Timur. Ketika perempuan usia 15-17 tahun belum menikah dianggap perempuan tua.
Menurutnya, hal diatas merupakan kearifan lokal yang menurut hukum positif di Indonesia dianggap penculikan/penyerapan dan ada sanksi pidananya. Hal ini pun menjadi perdebatan di masyarakat.
“Saya ingin tahu pandangan ibu,” kata RM dalam fit and proper test calon Hakim MK di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/9/2023).
Legislator asal dapil Jawa Timur ini kembali menegaskan pertanyaannya bahwa apakah parameter obyektif pengujian formil UU dari aspek filosofis, yuridis dan sosiologis selama ini mengadobsi kearifan lokal atau lebih mengadobsi atau berkiblat pada hukum-hukum ala barat.
Diketahui Komisi III DPR RI menggelar fit and proper test calon hakim MK mulai hari ini sampai Selasa (26/9/2023). Satu orang kandidat akan dipilih untuk menggantikan posisi hakim MK Wahiduddin Adams yang bakal pensiun.
Ada 8 kandidat yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan, yaitu Reny Halida Ilham Malik, Firdaus Dewilmar, Elita Rahmi, Aidul Fitriciada Azhari, Putu Gede Arya, Abdul Latif, Haridi Hasan dan Arsul Sani.
(Bie)