Jakarta, JURNALBABEL – Anggota Komisi II DPR RI Firman Soebagyo meminta, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus membedakan warna Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang akan mengikuti pemilihan umum serentak pada 17 April 2019.
Menurut Firman, pembedaan warna e-KTP itu lebih efektif untuk mengantisipasi kemungkinan adanya warga negar asing yang tidak memiliki hak pilih untuk ikut memberikan suara dalam pemilu serentak nanti.
Dikatakannya, teori yang tersistematis sekalipun disiapkan pemerintah, tak akan efektif saat pemungutan suara di TPS.
“Saya memahami, sistem digital yang dibuat pemerintah untuk mencegah kemungkinan terjadi penyusupan warga negara asing dalam pemilu serentak sudah baik. Tetapi kondisi di TPS yang serba ketidakaadaan perlatan canggih pendektesian, terutama di daerah daerah yang jauh akan membuat pemilu jebol,” kata Firman dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema “Polemik e-KTP WNA Perlukah Perpu?” di media center gedung DPR, Kamis (28/2/2019).
Karena itu lanjut politikus Golkar ini, tidak dibutuhkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk mengatasi semua kemungkinan itu. Apalagi waktu pemilu serentak yang tinggal satu setengah bulan lagi. Sudah tidak cukup waktu untuk membuat Perppu,” tegas Firman.
Beri Kewenangan ke TPS
Ditempat yang sama, Ketua Pusat Studi Konstitusi Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mengatakan, semua persiapan pencegahan yang dipersiapkan pemerintah untuk menjamin pemilu yang jujur dan adil (Jurdil) serta demokratis, secara sistem sudah memadai. Tetapi, dari sisi penerapannya di TPS tidak efektif.
“Kami dari akademisi merasa was-was kalau pemilu yang kita harapkan tidak maksimal, mengingat begitu berbedanya situasi di lapangan dengan yang diperkirakan oleh penyelenggara pemilu,” ujar dia.
Trubus juga menegaskan bahwa penyelenggara pemilu harus memberikan kewenangan kepada pengawas di TPS untuk melakukan introgasi hingga menyerahkan kepada aparat berwenang bila menemukan orang-orang yang melakukan pemalsuan identisas di TPS.
Ia pun juga mengingatkan kepada partai-partai politik peserta pemilu untuk memperkuat relawan-relawan untuk melakukan pengawasan di TPS. Ke depan lanjut dia, DPR dan pemerintah harus cermat membat undang-undang pemilu, supata tidak ada celah untuk dimanipulasi.
Sudah Maksimal
Sementara itu ditempat yang sama juga, Sekjen Dukcapil Kemendagri, I Gede Suratma menjelaskan, bahwa secara teknologi pihaknya sudah maksimal melakukan antispasi.
“Tidak akan sulit mendeteksi keabsahan identitas warga asing yang memiliki e-KTP. Semua sudah terdata. Tidak akan mungkin terjadi warga asing menggunakan NIK orang lain di e-KTP yang mereka miliki,” ujar dia.
Terkait dengan sekitar 1.600 lebih warga negara asing yang sudah memiliki e-KTP tidak satu pun dari mereka yang menggunakan NIK orang lain seperti yang ramai dibicarakan di media sosial. Dia menyebut kasus e-KTP di Cianjur yang solah-olah terjadi tiba-tiba menjelang Pemilu 2019.
“Kasus itu tidak benar, karena NIK itu sifatnya tunggal. Ternyata NIK saudara Bahar Warga Cianjur itu yang harusnya 3203011002720011, tetapi yang beredar 3203012503770011. Jadi untuk memverifikasi NIK itu cukup di enam angka digit kedua dari e-KTP yang menunjukkan tanggal, bulan dan tahun kelahiran,“ tandasnya.
Sebelumnya heboh warga negara Cina punya e-KTP di Cianjur sebelumnya ramai jadi perbincangan hangat di media sosial. Sebuah foto e-KTP itu tampak foto wajah pria bernama Guohui Chen.
Tempat dan tanggal lahir, Fujian, 25 Maret 1977. Alamatnya Jalan Selamet Perumahan Rancabali, RT 002 RW 04, Kelurahan Muka, Kecamatan Cianjur. Agama Kristen. Status pernikahan sudah menikah. Kewarganegaraan China.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrullah, menanggapi viralnya warga Cina yang memiliki KTP elektronik tersebut. Menurutnya, WNA atau tenaga kerja yang sudah memiliki izin tinggal tetap dapat memiliki KTP elektronik.
“WNA yang sudah memenuhi syarat dan memilik izin tinggal tetap dapat memiliki KTP elektronik. Ini sesuai dengan Undang-Undang Administrasi Kependudukan, sehingga tidak haram WNA punya KTP elektronik,” kata Zudan di Istana Negara, Jakarta, Selasa, (26/2/2019). (Joy)
Editor: Bobby