Jakarta, JurnalBabel.com – Pakar hukum pidana, Suparji Achmad, menanggapi press release dari lembaga survei Indikator mengenai tingkat kepercayaan publik terhadap beberapa lembaga di Indonesia.
TNI menempati urutan pertama, dan presiden di urutan kedua. Lalu disusul dengan beberapa lembaga lain seperti Polri, MK, KPK dan Kejaksaan.
Ia menyebutkan bahwa barometer yang disampaikan bertolak belakang dengan indikatornya sendiri.
“Pertentangan tersebut terlihat dari barometer ‘dalam hal penegakan hukum nasional dinilai penegakan hukum saat ini baik/sangat baik dibanding dengan buruk atau sangat buruk’. Apabila konsisten dengan temuan dalam survei tersebut, maka lembaga yang mempunyai fungsi utama penegakan hukum mendapat peringkat yang bagus,” kata Suparji dalam keterangan persnya, Senin (6/12/2021).
Suparji menyontohkan fungsi utama lembaga seperti Kejaksaan yang melaksanakan penegakan hukum yang dinilai sangat baik justru ditempatkan pada posisi kelima, dibawah TNI dan Presiden. Ia menilai survei tersebut rancu.
“Perbandingan lebih tepat jika sama dalam hal kompetensinya. kalau TNI dibandingkan dengan presiden dalam hal kinerja, maka itu tidak sepadan. Urutan tersebut akan membingungkan masyarakat,” paparnya.
Akan lebih tepat, kata dia, bila mengukur kinerja atau tingkat kepercayaan dari kinerja nyata yang dilakukan berdasarkan fungsi utama lembaga yang bersangkutan.
Selain itu, ia menegaskan bahwa pencapaian suatu lembaga yang dirasakan oleh masyarakat harusnya ditampilkan. Misalnya Kejaksaan yang telah melakukan berbagai upaya pengembalian keuangan Negara melalui penyidikan dan penuntutan perkara Jiwasraya, bumiputera, Asabri yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung.
“Belum lagi yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan negeri seluruh Indonesia, hal tersebut adalah hal yang sepatutnya diapresiasi,” ujarnya.
Menurutnya, keberhasilan yang dilakukan oleh banyak Institusi akan banyak dikesampingkan apabila masyarakat melihat urutan tersebut, seolah-olah kinerja yang dicapai tidak bermakna. Hal ini bisa berdampak semangat kepada aparat penegak hukum itu sendiri maupun tingkat kepercayaan publik.
“Karena terkadang penegakan hukum itu berada diwilayah yang sunyi, jauh dari gegap gempita pemberitaan akan tetapi nyata hasilnya. Ini dipahami karena keberhasilan dalam penegakan hukum bukanlah suatu industri yang prestasinya dari seberapa banyak dilakukan penegakan hukum,” terangnya.
Survei dari lembaga Indikator bisa diapresiasi, hanya yang perlu diperbaiki adalah parameter yang lebih jelas. Sehingga menimbulkan efek yang positif kepada para aparat penegak hukum yang telah bekerja keras maupun kepada masyarakat diberikan informasi yang seimbang. (Bie)