Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Anis Byarwati melontarkan kritik tajamnya kepada pemerintah mengenai kartu prakerja.
“Dengan biaya kursus yang tidak main-main, sebesar 5,6 triliun. Saya sebut ini bisa menjadi bom waktu,” ujarnya di hadapan Menteri keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK dan Diretur Lembaga Penjamin SImpanan (LPS) pada rapat kerja Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (28/4/2020), yang ditulis Jumat (1/5/2020).
Sesuai penjelasan Menkeu, setiap peserta kartu prakerja mendapat paket bantuan senilai Rp 3,55 juta. Paket bantuan itu terdiri dari bantuan pelatihan sebesar Rp 1 juta, lalu insentif pasca pelatihan sebesar 2,4 jt atau Rp 600.000 per bulan untuk empat bulan, serta insentif pengisian survei kebekerjaan dengan nilai total Rp150.000 (3x mengisi survey).
Bentuk bantuan pelatihan sebesar Rp 1 juta itu adalah, peserta membeli video pelatihan online yang disediakan oleh lembaga penyedia pelatihan yang telah ditunjuk Pemerintah, kemudian peserta mengikuti pelatihan, dan setelahnya peserta diberi sertifikat digital.
“Kartu Prakerja akan lebih menguntungkan bagi lembaga penyedia pelatihan ketimbang para pesertanya. Terlebih lagi, berbagai pelatihan yang disediakan oleh lembaga penyedia Kartu Prakerja itu, tak jauh berbeda dengan video yang ada di YouTube,” sergah Anis.
Padahal, tambah dia, pelatihan yang diberikan oleh lembaga penyedia Kartu Prakerja tersebut berbayar. Sementara, video yang ada di YouTube dapat disaksikan secara gratis.
Efektivitas bentuk kegiatan inilah yang disoal Anis. Sebab menurutnya, saat ini yang dibutuhkan masyarakat bukan pelatihan. Jika pelatihan offline saja banyak dilaporkan tidak efektif, apalagi pelatihan online yang belum tentu difahami dan dikuasai dengan baik oleh masyarakat. Ditambah lagi, setelah pelatihan, tak ada jaminan bagi para peserta kartu prakerja itu akan mendapatkan pekerjaan.
Selain bentuk kegiatan yang tidak efektif ini, Anis juga mempertanyakan penggunaan jasa 8 digital platform yang menyediakan bahan serta pelaksana pelatihan dengan memakan anggaran yang sangat besar. Sebesar Rp 5,6 triliun dari keseluruhan Rp 20 triliun program pra kerja yang dialokasikan pemerintah dari keseluruhan anggaran penanganan pandemik virus corona yang sebesar Rp 405,1 triliun.
Anis mendesak agar anggaran kartu prakerja sebesar Rp 5,6T itu dialihkan untuk bantuan sosial untuk jutaan para pekerja yang terkena PHK. Saat ini sudah banyak korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat COVID-19
“Yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah bantuan sosial bagi jutaan pekerja yang terkena PHK, korban dampak pandemic Covid-19,” tegasnya.
Anis mengingatkan, pemerintah telah memiliki perangkat di Kementerian Tenaga Kerja yaitu Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Ditjen Binalattas) yang memiliki pengalaman memadai untuk menjalankan program pembinaan, pelatihan dan produktivitas. Kemenaker juga memiliki data yang akurat tertang pekerja dan data ter-PHK secara nasional. Sehingga sangat efektif jika program ini diserahkan secara penuh kepada kemenaker.
Akurasi data merupakan hal lain yang disoroti Anis dalam rapat ini. Ia meminta pemerintah untuk terus melakukan up date data dan memperhatikan akurasinya untuk meminimalisir risiko salah sasaran BLT. “Perbaiki akurasi data kelompok rentan agar dalam implementasi Jaring Pengaman Sosial tidak menimbulkan konflik sosial/kecemburuan sosial di level bawah,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby