Jakarta, JurnalBabel.com – Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Institut Pertanian Bogor pada Selasa (15/6/2021). Kunjungan kerja ini ditujukan untuk pendalaman dan mendengar masukan pakar mengenai Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk daerah kepulauan.
Dalam kesempatan ini rombongan BAKN bertemu dengan Prof. Arif Satria, rector IPB dan Prof. Nunung Nuryartono, dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen yang juga menjadi anggota Dewan Penelitian Nasional periode 2019-2022 dengan bidang keahliannya meliputi ekonomi pembangunan, keuangan mikro, dan kebijakan publik.
Dalam kunjungan kerja ini, wakil ketua BAKN, Anis Byarwati menyampaikan bahwa BAKN telah mengunjungi para kepala daerah di berbagai provinsi untuk mendengar dan menyerap keterangan dari mereka terkait realisasi DAK di daerah.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menilai, terjadi ketidaksesuaian antara ekspektasi pemerintah daerah dan kemampuan pemerintah pusat.
“Ekspektasi pemerintah daerah terlalu tinggi dari kemampuan pemerintah pusat terhadap dana alokasi khusus ini,” ujarnya.
Anis menjelaskan dalam rentang tahun 2017 sampai tahun 2021, kemampuan pemerintah pusat untuk mengalokasikan dana ke daerah hanya sekitar 13-18%. Yang tertinggi di tahun 2021 yaitu sebesar 18%. Dari pengajuan Rp338,035 triliun, pagunya hanya Rp63,648 triliun (18,83 persen).
Menyoroti hal ini, Anis memastikan akan berdampak pada proses pembangunan di daerah. Ia mengingatkan tujuan DAK sebagai bentuk desentralisasi fiscal yaitu agar pembangunan tidak terlalu senjang antara pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat dengan pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah. Sehingga pemerintah pusat memiliki kewajiban untuk membantu pemerintah daerah dalam pembangunan infrastruktur.
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS ini juga mengemukakan kendala teknis yang masih sangat banyak. Diantaranya juknis yang terlambat dikirim ke daerah. Saat pembangunan di daerah sudah berjalan, penjelasan dari pusat baru datang dan pemerintah daerah harus melakukan penyesuaian terhadap APBD.
“Teknis seperti ini yang menjadi salah satu penyebab rendahnya penyerapan,” kata Anis. Terlebih untuk daerah kepulauan dengan kondisi istimewa yang nampak kasat mata.
Anis menyayangkan kendala teknis yang masih terjadi untuk daerah kepulauan tersebut. Daerah kepulauan yang memiliki kekhasan sarana dan pra sarana masih sangat tertinggal, baik sarana Pendidikan maupun Kesehatan, berdampak serius pada Pemenuhan kapasitas SDM.
“Disinilah seharusnya fungsi DAK membuat keseimbangan pembangunan di pusat dan daerah,” tegasnya.
Anis menjelaskan bahwa permasalahan seperti ini bukan hanya terjadi di tahun 2020, akan tetapi sudah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2008,The Smeru Research Institute menyampaikan hasil penelitian tentang DAK dengan permasalahan yang sama.
Bahkan pada tahun 2010 penelitian World Bank yang berjudul Laporan Penelitian Dana Transfer Pusat ke Daerah Penyempurnaan Grand Design Desentralisasi Fiskal 2010, menunjukkan permasalahan yang sama juga.
Oleh karena itu, Anis menegaskan BAKN akan merumuskan rekomendasi yang betul-betul memberikan solusi. Sehingga DAK memiliki pengaruh signifikan sesuai tujuan asalnya.
(Bie)