Jakarta, JurnalBabel.com – Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) di MPR mempertanyakan apa definisi dari amandemen terbatas UUD 1945 yang kini sedang didorong oleh berbagai pihak. Pasalnya, hingga saat ini belum ada definisi secara akademik terkait amandemen terbatas tersebut.
“Bahwa kita mendesak kepada semua pihak yang inginkan amandemen itu untuk mendefinisikan amandemen terbatas itu. Karena sepengetahuan saya belum ada rumusan definisi akademiknya. Tanpa ada definisian, maka apabila amandemen dibuka maka akan tidak terbatas,” ujar Sekretaris FPAN di MPR, Saleh Partaonan Daulay di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/11/2019).
Saleh Daulay menjelaskan bahwa amandemen terbatas dapat diartikan itu hanya beberapa point yang dinilai penting untuk di amandemen. Diungkapkannya bahwa usulan amandemen UUD 1945 disuarakan dan sudah menjadi keputusan seluruh fraksi di MPR dan DPD RI pada Paripurna MPR periode 2014-2019 bahwa amandemen UUD 1945 dilakukan terbatas.
Anggota Komisi IX DPR ini memaparkan 7 point yang sudah disepakati dalam paripurna MPR tersebut. Diantaranya, kembali menghidupkan GBHN, memperkuat sistem presidensial, perkuat sistem penataan DPD RI, perkuat kewenangan MPR dan penataan sistem kehakiman.
Terkait adanya usulan penambahan masa jabatan presiden, Saleh Daulay mengatakan tidak ada dalam 7 point resmi di atas. Begitu juga usulan amandemen pemisahan Pileg dengan Pilpres. Menurutnya, kedua usulan itu cukup dilakukan revisi UU. “Itu tahapnya di UU, harus dapat membedakan mana tahapan UU, mana tahapan UUD,” katanya.
Wasekjen DPP PAN ini melanjutkan bahwa apabila amandemen UUD tidak dilakukan secara terbatas, maka bisa menjadi masalah. Ia mencontohkan terkait penataan MPR yang bisa menafsirkan konstitusi.
“Sekarang penafsir UUD ada di MK. Oleh MPR bisa saja menyatakan yang buat konstitusi , maka yang mengerti UUD kita juga. Kalau itu dilakukan ada bentrokan dengan MK,” jelasnya.
Begitu juga apabila poin GBHN kembali dihidupkan. Saleh mengatakan efeknya harus ada tanggungjawan resmi dari presiden ke MPR. Sebab itu, Saleh berharap sebelum dilakukan amandemen UUD 1945 maka harus ada tahap pembicaraan antar fraksi dan pimpinan lintas partai.
“Ini langkah awal untuk samakan persepsi,” pungkas Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan ini. (Bie)
Editor: Bobby