JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Supriansa, mengapresiasi Kapolda Kepulauan Riau (Kepri) dan jajaran di bawahnya yang aktif melakukan pendekatan restorative justice terhadap sejumlah kasus-kasus Tindak Pidana Ringan (Tipiring) yang dilakukan oleh masyarakat di Kepri.
“Restorative justice merupakan sebuah bentuk keadilan karena baik korban maupun pelaku sama-sama menyelesaikan dengan damai dan negara tidak perlu membawa lagi ke pengadilan karena pelaku dan korban sama-sama mau menempatkan ini sebagai bentuk penyelesaian perkara,” kata Supriansa usai pertemuan dalam Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi III di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (1/8/2024).
Politisi Partai Golkar menilai dengan restorative justice juga dapat menjadi upaya penghematan dari sisi anggaran dan mengurangi jumlah napi, mengingat saat ini lapas-lapas di Indonesia mengalami overload.
“Menkumham itu sudah mengeluarkan anggaran yang sangat besar untuk biaya makan warga binaan atau warga lapas yang ada di seluruh Indonesia. Bahkan, boleh dikatakan lebih 3 triliun per tahun anggaran biaya makan yang dikeluarkan untuk biaya makan para napi-napi yang ada di seluruh Indonesia,” jelas Legislator Dapil Sulawesi Selatan II ini.
Doktor Ilmu Hukum ini pun menjelaskan jika pelaku dan korban sudah ada kesepakatan damai di antara mereka, sebaiknya para penegak hukum tidak membawa lagi ke persidangan karena sejatinya mereka sudah berdamai.
“Kalau kita pasangkan bawa ke sana (persidangan), sama halnya kita menganggap bahwa kita seakan-akan dikejar oleh sebuah keharusan, harus banyak kasus dibawa ke pengadilan. Padahal itu sudah tidak sesuai lagi, sekarang ini sudah waktunya kita mengedepankan restorative justice ini di tengah-tengah masyarakat kita,” ucapnya.
Lebih lanjut Supriansa menjelaskan bahwa sebenarnya restorative justice bukanlah hal baru dalam dunia hukum.
“Kita berkaca kepada Amerika pada tahun 1977, sejumlah kasus-kasus kecil besar itu dibawa semua ke pengadilan. Sehingga, lahirlah teori restorative justice ini yang dikeluarkan oleh seorang psikolog Amerika Yang bernama Albert Eglash. Ia menyampaikan bahwa pendekatan restorative justice ini adalah sebuah bentuk keadilan, karena baik korban maupun pelaku sama-sama menyelesaikan dengan damai dan negara tidak perlu membawa lagi ke pengadilan,” pungkasnya.