Jakarta, JurnalBabel.com – Kapal-kapal asal Tiongkok dalam beberapa bulan terakhir semakin sering masuk wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Jenis kapalnya beragam, mulai dari kapal nelayan, kapal riset, kapal penjaga pantai bahkan kapal perang Tiongkok.
Menanggapi hal itu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI melalui pernyataan tertulis dari Wakil Ketua Fraksi Bidang Politik Hukum dan HAM Sukamta, Senin (22/11/2021), menyebutkan bahwa aspirasi rakyat terkait kedaulatan negara khususnya di laut Natuna Utara yang masuk Indonesia supaya ditegakkan.
Menurut anggota komisi 1 DPR RI ini, aspirasi rakyat yang diserap ketika berkunjung ke daerah pemilihan dan berbagai jalur aspirasi partai menginginkan pemerintah Jokowi-Ma’ruf Amin menjaga kedaulatan NKRI khususnya di Laut Natuna Utara.
“Rakyat Indonesia geram dan merasa aneh terhadap sikap pemerintah Indonesia yang santai dalam menghadapi berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal milik Tiongkok di wilayah Laut Natuna Utara Indonesia. Rakyat ingin kedaulatan NKRI ditegakan dengan baik oleh pemerintah Indonesia. Di jaga harkat dan martabat Indonesia. Bahkan jika perlu nelayan-nelayan Indonesia siap ditugaskan di garda depan wilayah Indonesia tersebut. Rakyat merasa malu direndahkan oleh pemimpin negara tetangga yang menyebutkan Indonesia lemah dalam menghadapi Tiongkok di Laut Natuna Utara,” kata Sukamta.
Menindaklanjuti aspirasi rakyat tersebut, Sukamta kemudian memberikan rekomendasi beberapa langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga Indonesia.
Pertama, perjelas rencana strategis dalam menjaga kedaulatan di Laut Natura utara (LNU) dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Kedua, perjelas tugas dan siapa penanggung jawab utama menjaga kedaulatan di LNU. Selama ini Bakamla dengan TNI dan instansi pemerintah lainnya seperti bekerja sendiri-sendiri, tidak terkoordinasi dengan jelas.
“Bakamla minta kapal patroli, tapi di sisi lain TNI AL punya kapal tapi kekurangan bahan bakar untuk terus berlayar. Ini sesuatu yang aneh. Jangan semua ingin mengambil peran tapi perannya tidak maksimal. Menjaga kedaulatan di Natuna Utara seharusnya dikoordinasikan siapa penanggungjawabnya, apa tugas dan di bagi perannya dengan instansi lainnya sesuai tupoksi,” ujarnya.
Doktor lulusan Inggris ini juga mengingatkan masih ada pihak lain yang bisa ikut terlibat langsung di laut seperti BRIN dalam hal penelitian, kementrian ESDM, serta Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Ketiga, mengoptimalkan sekaligus mensejahterakan nelayan Indonesia khususnya nelayan Natuna.
Menurutnya, nelayan Natuna bisa dioptimalkan sebagai bagian dari pertahanan rakyat semesta untuk menjaga kedaulatan negara. Strategi pemerintah bisa dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah kapal penangkap ikan, mendorong nelayan menjadi informan ketika melihat kapal-kapal asing di ZEE Indonesia.
Sekaligus mendukung nelayan Natuna pemerintah harus mengoptimalkan ekosistem pendukung hasil tangkapan di LNU dan sekitarnya.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Natuna, jumlah kapal penangkap ikan saat ini total terdapat 4.213 perahu penangkap ikan yang beroperasi di perairan Natuna. Jumlah ini terdiri dari 1.133 perahu tanpa motor, 159 perahu motor tempel, dan 2.921 kapal motor.
Jumlah kapal masih kecil dibandingkan jumlah produksi perikanan tangkap tahun 2019 menurut data BPS Prov. Kepri baru mencapai 87.248,25 ton, padahal berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, perairan Natuna dengan 80% lestari memiliki potensi ikan pelagis mencapai 327.976 ton, ikan demersal 159.700 ton, cumi-cumi 23.499 ton, rajungan 9.711 ton, kepiting 2.318 ton, dan lobster 1.421 ton per tahun. Jumlah ini masih jauh dari potensi pemanfaatan secara optimal.