Jakarta, JurnalBabel.com – Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati, mengkritisi niat pemerintah untuk menaikan harga BBM baik Pertalite atau Solar, ini setelah sebelumnya Pertalite dinyatakan pemerintah sebagai barang subsidi.
“Kedepan tren harga minyak dunia kemungkinan turun, bahkan dalam RAPBN 2023, Pemerintah mengusulkan ICP 90 US Dollar,” kata Anis dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/8/2022).
Menurut anggota Komisi XI DPR RI ini, kenaikan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar tersebut akan berimbas kepada kenaikan harga-harga barang, baik yang berdampak langsung maupun tidak langsung.
Perlu diperhatikan pula terkait inflasi dibanyak negara sudah berdampak pada Indonesia. Inflasi tahunan sudah hampir menembus 5% dan inflasi makanan telah mencapai angka 10,32%.
“Jika terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi dalam beberapa hari ke depan, maka bisa dipastikan angka inflasi akan kembali naik yang efeknya sangat memberatkan bagi rakyat,” ujarnya.
Anis menjelaskan bahwa mulai normalnya kehidupan masyarakat sesudah aktivitas ekonomi membaik.
“Jika terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi, dikhawatirkan akan menghantam kembali daya beli dan konsumsi masyarakat, berdampak terhadap pemulihan ekonomi yang sedang berjalan, bahkan pertumbuhan ekonomi akan kembali melambat hingga naiknya kembali angka kemiskinan,” tutur aleg perempuan asal DKI Jakarta ini.
Wakil Ketua BAKN DPR RI ini pun menyebut rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut juga memberikan efek yang besar bagi kalangan dunia usaha, terutama sektor UMKM, juga terhadap usaha kecil informal yang seringkali tidak tersentuh oleh program bantuan sosial Pemerintah.
“Selama ini, sebagian besar sektor UMKM dan informal tersebut memanfaatkan BBM bersubsidi dalam menjalankan usahannya. Efek domino kenaikan BBM bersubsidi dikhawatirkan akan semakin membuat pengusaha UMKM dan informal lainnya semakin kolaps, dikhawatirkan angka kemiskinan dan pengangguran akan semakin meningkat,” katanya.
Menurut Anis saat ini, dengan mempertimbangkan berbagai situasi, apalagi Pemerintah menyebut ekonomi sulit dan gelap, maka sebaiknya kebijakan BBM bersubsidi diprioritaskan untuk kalangan tertentu saja seperti angkutan umum atau motor roda dua ber-cc rendah.
Selain itu, bisa dengan mengurangi budget anggaran lain hingga menghentikan beberapa program yang kurang berdampak secara ekonomi.
“Pemerintah jangan mencari jalan pintas dalam menghadapi tingginya harga energi, padahal subsidi adalah salah satu bentuk keberpihakan Pemerintah terhadap masyarakat banyak,” katanya. (Bie)