Jakarta, JurnalBabel.com – Komisi V DPR yang membidangi masalah perhubungan bersama pemerintah dalam waktu dekat akan membahas usulan pengemudi ojek online (ojol) agar sepeda motor atau kendaraan roda dua bisa menjadi angkutan umum diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Anggota Komisi V DPR Suryadi Jaya Purnama menyatakan pihaknya dilema atas adanya usulan tersebut. Pasalnya, hampir di seluruh negara bahwa kendaraan roda dua bukan menjadi angkutan publik/umum. Begitu juga para pakar yang sudah Komisi V undang untuk dimintai masukan atas revisi UU usulan DPR yang sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020, juga menyatakan demikian.
“Yang jelas secara teknis kita sulit untuk menerima kendaraan roda dua menjadi angkutan publik. Tetapi realitas di masyarakat, kendaraan roda dua ini angkutan yang murah, cepat. Hanya saja tidak aman,” kata Suryadi di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/6/2020).
Lebih lanjut Suryadi juga tidak yakin pemerintah maupun DPR berani mengambil keputusan ekstrem tersebut. Misalnya, menolak sama sekali kendaraan roda dua menjadi angkutan umum atau melegalkan roda dua menjadi angkutan publik. “Ini kan salah satu keputusan berat,” ujarnya.
Disatu sisi, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan pihaknya mengusulkan agar dicari jalan tengah, yakni kendaraan roda dua memungkinkan menjadi angkutan umum pada skala terbatas. Misalnya, jarak tempuh tidak boleh keluar kota, kecepatan dibatasi serta wilayah operasinya hanya di jalan-jalan yang tidak bisa dilewati oleh kendaraan roda empat.
“Sehingga realitas yang ada di masyarakat yang sudah terbiasa dengan kendaraan roda dua (ojol-red), itu bisa berjalan. Di samping tidak seperti sekarang, tidak ada aturan tentang kendaraan roda dua boleh lintas provinsi, kabupaten/kota, dengan kecepatan yang tidak ada pembatasan,” jelasnya.
Terkait pengawasan apabila nantinya usulan tersebut disetujui, Suryadi mengatakan harus terintegrasi dengan melibatkan kementerian dan pihak terkait. Misalnya Surya menawarkan konsep kendaraan roda dua yang boleh di produksi maupun di jual di pasaran, kecepatannya tidak boleh lebih dari 50 km/jam.
“Maka kendaraan yang di jual di pasar, baru boleh dia izin jual kalau kecepatanya tidak melebihi itu. Ini kita bicara realita yang sudah komplikasi,” tuturnya.
Konsep yang ia tawarkan tersebut menyerupai ketentuan dalam UU LLAJ bahwa kendaraan roda dua harus menyalakan lampu di siang hari. Namun diproduksi serta dijual di pasaran dengan lampu yang bisa dihidupkan dan dimatikan. Menurutnya, baru-baru ini saja kendaraan roda dua di produksi lampunya nyala setiap saat itu. Namun hal itu bukan karena kebijakan tersebut, tetapi karena tuntutan pasar.
“Itu contoh pemerintah sering buat kebijakan yang parsial, tidak terintegrasi,” ungkapnya.
Legislator dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat atau NTB ini menandaskan bahwa dengan konsep tersebut maka tidak perlu lagi pengawasan dilakukan di lapangan. Melainkan pengawasan dilakukan pada proses perizinannya.
“Sehingga orang tidak kerja pengawasan di lapangan lagi itu. Tidak perlu ada polisi. Maka kendaraan roda dua yang kita pakai sekarang, tidak ada lagi balap liar karena kecepatan maksimalnya dibatasi,” katanya.
Ditempat yang sama, anggota komisi V DPR Muhammad Aras menambahkan pihaknya dalam membahas usulan ini perlu melihat dari sisi manfaat dan fungsi. Utamanya dari sisi keselamatan. Sebab itu, pihaknya akan meminta data dari Kepolisian, Kementerian Perhubungan dan instansi terkait untuk membahas usulan ini.
“Menetapkan sesuatu itu harus melalui beberapa hal. Utama keselamatan penumpang, pengaruh sosialnya dan ketersediaan jalan,” kata Muhammad Aras.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga mengatakan pihaknya belum membahas usulan tersebut bersama pemerintah maupun instansi terkait. Pasalnya, Komisi V belum membahas revisi UU LLAJ karena naskah akademik maupun draftnya masih dalam tahap penyusunan oleh DPR.
“Revisi UU ini akan dibahas pada masa sidang berikutnya, karena sampai saat ini naskah akademiknya belum jadi. Nanti kita bahasnya di Agustus. Usulan ini juga masih kita pertimbangkan, karena untuk kepentingan masyarakat,” jelas legislator dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan ini. (Bie).
Editor: Bobby