Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IV DPR, Hamid Noor Yasin, sangat menyayangkan upaya pemerintah yang sudah bekerja keras untuk mengendalikan virus corona (Covid-19) dengan menemukan berbagai produk baik itu obat maupun jamu, tetapi tidak dilakukan penjelasan dan komunikasi publik yang baik sehingga menimbulkan keributan sana dan sini.
“Saya sebenarnya mengapresiasi berbagai lembaga yang telah berupaya melakukan pencarian dan penemuan produk obat maupun metode untuk mengendalikan Covid-19 ini. Tapi semua uji ilmiah beserta penjelasannya harus dilakukan secara seksama sehingga tidak perlu menimbulkan kontroversial,” kata Hamid dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/7/2020).
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Tengah IV ini menerima penjelasan pihak pemerintah bahwa upaya Kementerian Pertanian (Kementan) menemukan produk dalam negeri yang efektif, efisien, murah untuk melawan Covid-19. Penjelasan yang ia terima bahwa minyak atsiri Eucalyptus diantaranya yang mengandung 1,8 cineole sudah diuji terhadap virus corona (beta dan gamma corona) di lab biosecurity level 3 Kementan. Hasilnya mampu membunuh virus corona 80 -100 %.
Namun ia menyarankan, sebaiknya pemerintah terutama pihak Kementan, mesti mampu melakukan uji ilmiah maupun uji publik yang paten sebelum di produksi massal pada Agustus mendatang, sehingga mendapat kepercayaan serta penerimaan di masyarakat. Sebab bila penemuan kalung aroma terapi produk dari Kementan ini bila dikatakan obat, maka harus melalui tahap uji klinis kepada manusia sesuai dengan prosedur penelitian obat.
“Upaya Kementan ini terlalu terburu-buru dalam merilis produk kalung aroma terapi yang masih tergolong jamu, bukan obat. Menjadi persoalan sudah ada klaim dapat menyembuhkan Covid-19. Tanpa penjelasan memadai, banyak pihak akan menyangka kelenik atau jimat,”, ujarnya.
Anggota Fraksi PKS ini menyarankan kepada Kementan bahwa segala tindakan penyembuhan penyakit harus ketat dalam persoalan ilmiah dan uji klinis. Segala asumsi dan uji coba empiris yang tidak banyak dilakukan dapat membuat gaduh. Sebagai contoh yang perlu dihindari adalah prilaku analogi minyak Eucalyptus memiliki 1,8 cineole, lantas dapat di klaim merusak struktur protein (mpro) dari Covid-19 sehingga virus tidak bisa memperbanyak diri lalu mati.
“Segala upaya penemuan yang tidak melalui uji klinis akan berhadapan pada perusahaan farmasi besar sekaligus kode etik kedokteran. Langkah Kementan memang seharusnya di dukung untuk menemukan produk penyembuh berasal dari dalam negeri. Tapi dukungan pemenuhan standard dan prosedur mesti dilalui dahulu baru merilis produk tersebut,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, produk ini telah melalui uji lab peneliti pertanian terhadap virus influenza, beta dan gamma corona. Diklaim, hasil uji lab eucalyptus ini mampu membunuh 80-100 persen virus.
Produk yang dibuat dengan teknologi nano dalam bentuk inhaler, roll on, salep, balsem dan defuser ini akan terus dikembangkan dengan target utamanya orang yang terpapar Covid-19.
Produk ini juga sudah di launching pada Mei 2020. Sementara, proses izin untuk produk eucalyptus dalam bentuk kalung ini masih diproses. Adapun, produk-produk lainnya sudah mendapatkan izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). (Bie)
Editor: Bobby