Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Ombinus Law (Panja RUU OL) Cipta Kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR, Anis Byarwati, menjadi narasumber pada Webinar yang diadakan oleh LSM Ruang Publik Riau tentang Fresh Graduate Tidak Memiliki Lapangan Pekerjaan, Jum’at, 21 Agustus 2020.
Dalam kesempatan ini, selain berdiskusi tentang lapangan kerja, peserta juga bertanya tentang RUU Omnibus Law Cipta Kerja (RUU OL Ciptaker) yang sedang dibahas di DPR.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Anis menyatakan bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja, bukan solusi dari krisis yang disebabkan pandemi Covid 19.
Anggota Komisi XI DPR ini menjelaskan bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang diajukan oleh Pemerintah ini, pada dasarnya adalah untuk meningkatkan investasi dengan cara memberikan kemudahan dalam perizinan.
Jika Pemerintah ingin meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB), maka Pemerintah harus meningkatkan konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor-impor dan belanja pemerintah untuk menyejahterakan rakyat.
Dari keempat variabel diatas, kontribusi terbesar adalah konsumsi rumah tangga sebesar 56-60 %.
Jika tujuannya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, caranya adalah dengan meningkatkan konsumsi masyarakat.
“Harus ada upaya meningkatkan daya beli masyarakat,” tegas Anis.
Adapun cara untuk meningkatkan daya beli masyarakat menurut Anis, tidak cukup hanya dengan memberikan BLT (Bantuan langsung Tunai) dan Bansos saja.
“Harus ada aksi penurunan harga-harga kebutuhan pokok,” ungkapnya.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa harga kebutuhan pokok malah mengalami peningkatan. Ditambah melonjaknya tarif listrik, naiknya harga gas 3 kg serta naiknya iuran BPJS, menjadi beban tersendiri untuk rakyat.
Sementara itu, legislator asal DKI Jakarta ini menilai penyebab rendahnya investasi di Indonesia bukan disebabkan karena masalah perizinan saja, akan tetapi penghambat investasi di Indonesiat adalah masalah korupsi dan ketidakpastian hukum yang melingkupinya sebagaimana yang disampaikan World Economic Forum.
Riset WEF menunjukkan terdapat 16 faktor yang menjadi penghalang iklim investasi di Indonesia, dan korupsi menjadi kendala utama. Indonesia saat ini berada di urutan ke-85 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) 2019 yang dirilis Transparency International Indonesia (TII).
Anis memaparkan bahwa proses pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini cukup berat dan memakan waktu lama.
Draft RUU ini terdiri dari 79 Undang-undang yang akan dirombak dengan 1.244 pasal yang ada didalamnya. RUU ini menyatukan undang-undang diatas menjadi menjadi 15 bab dan 174 pasal yang menyasar 11 klaster.
“DPR RI harus membahas draft RUU setebal 1.028 halaman,” tuturnya.
Mengakhiri pembicaraannya di acara webinar ini, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berpesan agar fresh graduate terus meningkatkan kompetensi baik dari sisi keilmuan, hard skill dan soft skill. Karena mereka akan menghadapi tantangan yang sangat berat.
Selain bersaing dengan pencari kerja sesama angkatan, mereka juga harus bersaing dengan 15 juta korban PHK dampak pandemik yang secara porto folio sudah memiliki pengalaman kerja. (Bie)