Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak, menolak penggunaan dana APBN untuk membiayai cost overrun (pembengkakan biaya) pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Ia pun mewanti-wanti pemerintah jangan sampai masuk dalam perangkap utang yang akan membebani keuangan negara.
Amin menyebut peringatannya didasarkan pada sejumlah kejanggalan proyek kereta cepat Jakarta Bandung sejak proposal proyek disampaikan China medio Agustus 2015 silam.
China menawarkan biaya proyek yang lebih murah dibanding Jepang dan menjanjikan proyek dikerjakan secara business to business (B2B) tanpa perlu jaminan pemerintah.
Pada perjalanannya, semua janji China tidak terbukti dan membuat Indonesia terjebak pada dilema, melanjutkan proyek dengan risiko beban utang yang makin besar atau menghentikan proyek dengan risiko proyek mangkrak namun tetap membayar utang besar yang sudah terlanjur berjalan.
Untuk menghentikannya juga sulit, selain karena sudah terlanjur menggunakan dana sangat besar, pengerjaan proyek ini sudah melebihi 80%.
“Sejak awal studi kelayakan dilakukan pihak China. Sangat aneh jika mereka tidak mampu mendeteksi potensi pembengkakan biaya tersebut. Apakah ini karena kredibilitas dan kualitas studi kelayakan yang rendah atau sebuah jebakan agar ‘proyek rugi’ tersebut tetap berjalan,” kata Amin dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/8/2022).
Kejanggalan lain, lanjut Amin, dari sisi bisnis, operasional kereta cepat Jakarta Bandung ini sulit untuk balik modal. Dengan menghitung besarnya biaya pembangunan yang membengkak menjadi US$7,9 miliar dari semula hanya US$5,13 miliar, secara hitungan bisnis hampir tidak mungkin bisa kembali modal.
“Dari sudut pandang komersial, jangankan bicara untung, operasionalisasinya di masa depan berpotensi membebani keuangan negara,” tegasnya.
Selain itu, dikaji dari sisi ekonomi, efek ekonomi proyek ini juga sangat minim dan tidak bersentuhan langsung dengan nilai tambah perekonomian rakyat.
Dengan jarak Jakarta-Bandung yang relatif dekat, sulit untuk berharap moda transportasi ini mampu mensubstitusi penggunaan mobil pribadi atau kendaraan travel.
Menurut Amin, situasinya mirip dengan apa yang dialami sejumlah negara yang menggunaan pendanaan dari China untuk pembangunan infrastruktur seperti Srilangka dan Pakistan.
Karena itu, ia mewanti-wanti pemerintah agar jangan terjebak mau menggelontorkan dana APBN untuk menanggung pembengkakan biaya.
“Jangan sampai proyek ini hanya untuk memenuhi ambisi sekelompok orang namun mengorbankan masa depan rakyat Indonesia dengan beban utang yang sangat besar,” pungkasnya. (Bie)